Saya Ibu Yang Galak

Tahun 2011 buku yang ditulis oleh Amy Chua: Battle Hymn of the Tiger Mother, ramai dibahas di media. Buku ini menjadi best seller di New York Times dan menuai banyak reaksi dari pembaca. Saya mendapatkan buku ini dari seorang sahabat lama. Amy berbagi pengalamannya dalam mendidik kedua puterinya di lingkungan kebudayaan barat. Bersuamikan seorang Jahudi, sementara Amy adalah keturunan Tionghoa. Mereka sepakat anak-anaknya dididik ala Asia dan berbicara bahasa Mandarin, padahal Amy sendiri tidak bisa bahasa Mandarin, jadi mereka membayar seorang pengasuh anak yang fasih berbahasa Mandarin untuk mengajar anak-anaknya. Buku yang sangat menarik sebagai bahan perbandingan dengan cara kita mendidik anak-anak, terlepas dari banyaknya kontroversi dan cibiran hingga ancaman pembunuhan terhadap Amy Chua. Puteri sulungnya, Sophia Chua-Rubenfeld kemudian membuat testimoni dari sisinya sebagai anak dan dimuat secara eksklusif di Wall Street Journal, tidak lama setelah buku Amy beredar. Intinya, Sophia berterima kasih kepada ibunya karena telah mendidik dia dan adiknya, Louisa, dengan cara didik ibu Asia. Keras dan disiplin tinggi. (Artikel lengkapnya bisa dibaca di http://nypost.com/2011/01/18/why-i-love-my-strict-chinese-mom/)

Buku ini membantu saya mengevaluasi diri sebagai ibu dalam mendidik ketiga putera saya. Aturan-aturan yang saya buat di rumah mungkin hanya sepertiga dari kerasnya aturan yang diterapkan Amy pada anak-anaknya. Tidak semua poin dari cara mendidik Amy sesuai dengan ‘gaya’ saya.

Selama ini saya menganggap dan menilai diri sendiri sebagai ibu yang cukup moderat, open-minded dan demokratis, tapi beberapa waktu yang lalu putera sulung saya dengan telak mengatakan: “Mama ini kuno. Masih tipe konservatif. Cape deh.” Si bungsu, 8 tahun, juga buka suara: “Mama galak banget. Banyak aturannya. Ga kayak mamanya Naufal yang santai saja main BB, semuanya boleh. Ga tidur siang juga ga papa. Boleh naik sepeda siang-siang, boleh main sampai keluar kompleks”. Gleekkk….Jadi, maunya punya Mama seperti apa? “Aku mau punya Mama Lily saja, biarpun galak dan banyak aturan, tapi aku jadi sehat dan disiplin.” Ahaaaa….ternyata, biarpun saya galak dan sering bersuara keras, anak-anak mengerti maksud di balik semua aturan dan omelan saya.

Jadi meskipun saya juga sering dibombardir oleh kritikan dan celotehan anak-anak, saya harus tetap bebesar hati menerimanya karena saya tahu mereka sayang dan hormat pada saya. Ini salah satu efek dari cara saya mendidik mereka: bebas mengemukakan pendapat, mengkritik, mengajukan claim jika ada yang dirasa tidak sesuai deal dan boleh bernegosiasi dengan mengajukan alasan yang masuk akal. Rasanya cukup demokratis namun masih dianggap saya konservatif dan kuno. Hhhmmm….

Bagaimana Tipe Ibu Masa Kini?

Berdasarkan penelitian global yang dilakukan oleh satu perusahaan consumer care yang memproduksi aneka macam kebutuhan rumah tangga berbahan dasar kertas, terungkap enam tipe peranan ibu. Model peranan ibu ini secara luas menjelaskan perbedaan cara pengasuhan ibu secara global, termasuk persepsi mereka mengenai anak dan apa yang terbaik untuk mereka. Responden penelitian adalah lebih dari 5.000 ibu yang memiliki bayi hingga anak di bawah tiga tahun serta ibu hamil dari seluruh dunia (2.000 di antaranya adalah ibu-ibu di Asia Tenggara, termasuk Indonesia).

1. The Playful Mother

Spontan, tidak banyak pikiran, suka bereksperimen, trendi, dan hangat. Ia menginginkan anaknya menjadi selalu ingin tahu, ceria, aktif, suka bereksplorasi, penuh kejutan. Senang menciptakan lingkungan yang merangsang perkembangan kognitif anak-anaknya.
Di Asia Tenggara terdapat 18,1 persen ibu dengan tipe ini.

Playful Mom

2. The Natural Mother

Ceria, pintar, penuh kasih sayang, dan penyayang.
Ia menginginkan anaknya menjadi bahagia, mandiri, terbuka. Menggunakan pendekatan yang santai dalam membesarkan anak-anaknya dan menempatkan diri sebagai teman dan juga ibu. Mendorong anak-anaknya agar bisa lebih mandiri dengan membentuk lingkungan yang mendukung. Di Asia ada 22,9% ibu tipe ini.

3. The Protective Mother

Berhati-hati, rajin, mengabdi, lembut, konservatif, tidak suka resiko. Ia menginginkan anak-anaknya menjadi innocent, lembut, berharga, terlindungi. Anak adalah segalanya baginya dan membuat lingkungan senyaman mungkin. Menurut survei ada 15,7 % ibu tipe ini di Asia Tenggara.

4. The Independent Mother

Aktif, suka berpetualang (adventurous), berani, mandiri.
Ia menginginkan anaknya menjadi enerjik, sehat, mandiri, selalu ingin tahu, seseorang yang suka berpetualang, kompetitif dan fokus pada perkembangan intlektual anaknya. Menjadi ibu baginya adalah petualangan yang benar-benar ia nikmati.
Menurut survei ada 12,3 % independent mother di Asia Tenggara.

5. The Ambitious Mother

Berorientasi pada tujuan, sukses, gaya, suka menuntut, menginginkan anaknya menjadi lebih hebat dan lebih baik dari anak orang lain. Disiplin. Ia mengarahkan impian yang besar dan bekerja keras untuk menyalurkan bakat anak agar sukses di masa depan. Ibu dengan tipe ini ada 16,2 % di Asia Tenggara.

6. The Competent Mother

Bertanggung jawab, rasional, berpikiran jernih, teliti, dan selalu memiliki informasi terkini. Ia menginginkan anaknya dibesarkan dengan baik, bersih, dapat tampil, dan menguasai banyak keterampilan dan terencana dengan baik. Ibu di Asia Tenggara lebih memfokuskan perhatian pada intensitas bermain, sementara di negara lain ibu tipe ini lebih fokus terhadap perkembangan intelektual.

Selain keenam tipe ibu yang disebutkan di atas, ada juga sebutan ibu helikopter (helicopter mom), tiger mom dan mommabear. Helicopter mom digambarkan sebagai ibu yang super protektif. Mereka tidak membolehkan anaknya berbuat kesalahan, mengambil keputusan atau menghadapi tantangan sendiri. Bahkan juga ikut campur dalam memilihkan teman untuk anak-anaknya. Tiger mom adalah tipe ibu yang keras dan sangat disiplin dan fokus pada prestasi akademis anak-anaknya. Sedangkan mommabear bisa jadi tipe ibu idaman karena sangat perhatian, lembut namun tegas dan akrab dengan anak-anaknya.

themomalog

sumber : themomalog.com

Saya tidak meng-claim diri termasuk tipe ibu yang bagaimana, namun saya menerapkan beberapa aturan dasar yang harus ditaati anak-anak, dari urusan cuci tangan, baju yang dipakai, jam tidur siang dan malam, membuat pe er, merapikan buku, aturan keluar rumah, laporan pergi ke mana, dengan siapa dan acara apa, makan di rumah atau tidak, dan banyak hal keseharian lainnya. Ada SOP (Standard Operating Procedure) yang berlaku dan harus dipatuhi. Anak-anak sudah hafal bagaimana saya akan bersikap dan bereaksi jika mereka tidak patuh pada aturan dasar. Mereka boleh mengajukan usul atau negosiasi untuk mendapatkan kelonggaran dalam aturan. Akan ada deal yang disepakati bersama dan mereka wajib menepati. Jam tidur siang, jam bermain, jam belajar, dan lainnya dapat dinegosiasikan, termasuk jenis hukuman atau hadiah (rewards).

Menurut saya, ada beberapa kesalahan yang harus dialami sendiri oleh anak agar ia dapat belajar dari tindakannya itu. Bermain sepeda misalnya. Sejak awal sudah saya ingatkan, jangan ngebut, hati-hati di tikungan, perlambat laju sepeda jika ada polisi tidur. Jadi ketika anak tidak mengindahkan dan suatu sore pulang ke rumah dengan kedua lutut berdarah, sepeda lecet dan stang bengkok karena terjun ke got, saya hanya tersenyum sambil membersihkan lukanya. Mereka akan belajar banyak dari kasus jatuh dari sepeda ini. Kasus lain, lupa membawa pe er atau seragam olah raga ke sekolah. Saya tidak selalu mengantarkan buku atau seragam yang ketinggalan itu ketika ditelpon si anak dari sekolah, agar mereka bertanggungjawab atas’ lupa’ dan kelalaiannya sendiri.

Untuk urusan akademis, saya tidak mengharuskan anak-anak harus mendapatkan nilai excellent atau straight A untuk semua mata pelajaran, tapi saya selalu menekankan pada poin memaksimalkan talenta yang dimiliki. Jika berbakat pada bidang bahasa, artinya nilai bahasa harus bagus. Jika punya minat pada bidang eksak, mereka harus fokus dan maksimalkan hasilnya. Jadi saya tidak akan marah jika nilai mengarang, menggambar atau untuk mata pelajaran lain yang anak kurang berminat, hanya mencapai nilai minimal untuk lulus (KKM). Bagi saya, social skills tidak kalah penting untuk dipelajari anak-anak, selain urusan akademis semata. Mereka juga harus belajar bagaimana membina hubungan yang sehat, bertoleransi, menekan ego, menahan emosi, berbagi, berdiskusi, menerima pandangan orang lain, dan lain sebagainya.

Sebuah majalah wanita di Indonesia mengelompokkan tipe ibu berdasarkan perilakunya di media sosial sebagai berikut:

1. The Every-Milestone-Ever Mom: Tipe ibu yang mengabadikan apapun yang dilakukan buah hatinya. Mulai dari gigi pertama yang tumbuh hingga buah pertama yang dimakan si kecil. Tipe ibu ini tak ingin kehilangan momen berharga sang anak dan ingin memberitahu seluruh dunia. Jadi tidak heran jika anda akan melihat banyak postingan di media sosialnya yang berisi laporan lengkap perkembangan dan kegiatan anak-anaknya.

2. The Favor-Seeker: Mengakses media sosial saat ia membutuhkan bantuan, misalnya mencari info tempat menjual popok murah atau rekomendasi sekolah untuk bayi. Tipe ibu ini biasanya juga memiliki banyak informasi. Jadi jangan segan bertanya pada orang-orang seperti mereka.

3. Let’s Make a Deal Mom: Gemar berburu diskon dan berbelanja online. Jika Anda punya teman seperti tipe ibu ini, jadikan mereka tempat bertanya diskon dan belanja murah. Siap-siap saja timeline anda dipenuhi dengan aneka promo belanja dari mereka.

4. The Crusader: Tipe ibu ini suka membaca semua berita terkini tentang masalah kesehatan dan pengasuhan anak. Singkatnya, sangat update tentang tren terbaru.

5. The Complainer: Kalau tipe ibu yang satu ini suka membanjiri timeline dengan keluhan-keluhan, entah itu tentang sang anak maupun kehidupan rumah tangganya. Punya teman yang seperti ini?

Nah, silahkan pilih, anda termasuk tipe ibu yang bagaimana. Yang paling penting, jadilah ibu favorit dalam keluarga, setidaknya bagi anak-anak sendiri. Bagi saya, menjadi ibu merupakan prestasi terbesar yang saya capai dalam hidup. Bayaran yang saya terima melebihi apapun juga ketika anak-anak memeluk dan mencium saya dengan hangat, duduk di sebelah saya, glendotan sambil bercerita panjang lebar, memijat lembut pundak saya atau menyodorkan secangkir kopi hangat ketika saya tiba di rumah dengan wajah kusut karena ketinggalan pesawat. Suatu hari ketika membahas topik apa dan bagaimana ‘bahagia’ itu, salah satu putera saya berkata: “Bahagia itu adalah melihat Mama tersenyum.” Hati saya meleleh dan mata berbinar-binar. Jadi jangan heran melihat senyuman saya sering terpateri di wajah.

Being Mom

Selamat Hari Ibu. (LG)